conceptnova

Helping you to bring your concepts and ideas to life.

Innovative Player Control: 360º Dribbling

Innovative Player Control: 360º Dribbling

Facebook | Pojok Pju

Facebook Pojok Pju

AKTIVITAS VS AKTIFITAS

PENULISAN BAHASA SERAPAN AKTIVITAS





Maaf agak "nlyeneh" atau "geser" sedikit dari tema PJU.


Sebenarnya apa yang dipedulikan terhadap kata "Aktivitas" dan "Aktifitas". Kalau kita membaca koran, majalah, ulasan, blog, atau bahkan karya ilmiah yang memuat tentang kata "Aktivitas" ditulis "Aktifitas" menjadi berdebatan panjang, karena terdapat kata "Aktif". Saya pernah berdebat dengan beberapa kolega yang menganut aliran "Aktifitas" dengan tanpa hasil. Nah tulisan singkat ini, saya hanya ingin membuktikan siapa yang benar apakah "Aktivitas" atau "Aktifitas". Tugas ini mestinya sudah dilakukan oleh Dinas atau Departemen Pendidikan khususnya yang menggeluti pengembangan Bahasa Indonesia. Namun tidak salah, saya juga ingin andil, karena masih banyak yang menganut aliran "Aktifitas".



Yuk kita mulai membahasnya:

Bahasa Indonesia hampir banyak menyerap bahasa asing dan daerah menjadi Bahasa Indonesia, terutama Bahasa Inggris. Demikian pula kata "Aktivitas". Berikut kita urai biar tidak "kebablasan".



Teorinya:

TEORI 1:
Kalau belum berubah (pelajaran SD-SMU) mengajarkan bahwa semua kata yang berasal dari bahasa asing (Bahasa Inggris) "ive" menjadi "if". Contoh: "Active" dari Bahasa Inggris, diserap oleh Bahasa Indonesia menjadi "Aktif". Rata-rata akhiran "ive" ini merupakan kata sifat. Contoh lain:



Asal kata (Kata Sifat): Relative menjadi Relatif; Objective menjadi Objektif; Productive menjadi Produktif.

TEORI 2:

Teori Serapan kata benda dari bahasa asing (Bahasa Inggris) "TY" menjadi "TAS". Contoh:
Asal kata (Kata Benda): Relativity menjadi Relativitas; Objectivity menjadi Obyektivitas; Productivity menjadi Produktivitas, "University" menjadi Universitas.


Nah kita menguji "ACTIVITY"


Teori 1: Kata Sifatnya "Ativity" adalah "Active", maka Penulisannya ke dalam Bahasa Indonesia menjadi "Aktif".
Sementara Teori 2: Kata Bendanya "ACTIVE" adalah "ACTIVITY", maka bila ada akhiran "ty" menjadi "tas", maka dari Activity menjadi Aktivitas.

Dengan demikian, Kata sifat "ACTIVE" (Bahasa Inggris) = AKTIF (Bahasa Indonesia)
Kata benda "ACITIVITY" (Bahasa Inggris) = AKTIVITAS (Bahasa Indonesia)
Sehingga tulisan kata AKTIFITAS salah karena menggabungkan teori 1 dan 2 menjadi tumpang tindih (overlap).

Semoga tulisan ini bermanfaat.

PJU BANJAR GANTI LAMPU HEMAT ENERGI - Kabar Terkini - tvOne Memang Beda

PJU BANJAR GANTI LAMPU HEMAT ENERGI - Kabar Terkini - tvOne Memang Beda

INSERT: KWH METER PRA BAYAR UNTUK PJU?

PREDIKSI kWh METER PRA BAYAR UNTUK PJU?


Ketika saya sedang ke rumah temen di Karawang akhir 2009, kWh meter rumahnya telah diganti dengan kWh meter pra-bayar. Saya sendiri menyaksikan proses penggantian kWh meter lama menuju kWh meter pra-bayar. Kurang lebih 5 bulan sebelumnya, saya diajak rekenan bisnis introduction show-route ke seluruh PLN Jawa-Bali. Dalam batin saya, semakin yakin kalau trend ke depan kWh meter pra bayar akan menjadi alternatif pilihan masyarakat yang semakin hari semakin on-line, crowded, dan digitalized.

Apa itu kWh Meter Pra Bayar?
kWh meter pra bayar adalah kWh meter yang mampu diisi dengan pulsa (anggap saja satuan baru dalam perhitungan pulsa/kWh [boleh direvisi: red]) untuk menjadi kuota daya dari PLN (kWh). Saya tidak akan membahas teknisnya, namun hanya membahas tentang peluang kWh meter pra-bayar pada saat ini.

Dipengaruhi paradigma serba instan dan on-line yang sedang ngetrend di masyarakat, kWh meter pra bayar dirancang untuk insert ke klas pangsa yang ada. Kemungkinan pangsa yang menerima tentunya yang cenderung memiliki karakter yang hampir sama menerima paradigma serba instan dan on-line. Pangsa yang dimaksud, tentunya juga dikarakterkan dengan kehidupannya sudah sedemikian rupa dibantu oleh kemudahan-kemudahan fasilitas, terkoneksi jejaring secara digitalized, dan terintegrasi secara otomatis. Bila pangsa tersebut dibagi menjadi individu dan massa (lembaga), maka pengelompokan pangsa menjadi lebih tegas dengan pembagian Kota dan Desa, Perumahan dan Perkampungan, Rumah dan apartemen/kost, kepentingan individu dan perusahaan, maka indikator ukuran siapa yang akan menerima kehadiran kWh meter jenis ini.

Nah dikarenakan, saya bergelut dengan Penerangan Jalan Umum (Street Lighting) maka saya tertarik untuk menganalisis tentang apakah kWh meter pra-bayar sudah dapat diterima? Mohon saya dibantu untuk menganalisisnya teman-teman!

PELUANG EFISIENSI PJU PADA 2010

TREND PEMBANGUNAN PJU 2010


Selama ini pembangunan PJU di Indonesia dikenal dengan beberapa model antara lain:

  1. Pembangunan PJU Sektoral
    Pembangunan PJU sektoral adalah pembangunan PJU yang dilaksanakan berdasarkan cluster dan terpisah dari rencana induk. Pembangunan ini didasarkan jumlah anggarannya yang khusus, rencana pelaksanaannya hanya pada ruas jalan tertentu, pemeliharaan PJU, penambahan PJU di daerah tertentu, dan bersifat sederhana.

    Karakter pembangunan PJU model ini dikarenakan hanya bersifat sederhana dan tidak mempertimbangkan efek dominonya, maka seringkali menimbulkan masalah di kemudian hari, misalnya pemeliharaan yang besar, pembayaran boros, dan sulit mengontrol aset.

    Model pembangunan PJU ini paling cocok berkembang di daerah perkampungan dan perumahan, atau di bawah klas penerangan jalan kolektor. PJU perkampungan dan perumahan memiliki ciri-ciri menekankan pada fungsi daripada kualitas, dengan demikian pertimbangannya lebih pada harga yang murah, kemudahan dalam memasang, kemudahan dalam mengganti, dan tidak peduli boros energi. Faktor keamanan, kenyamanan, keindahan, dan efisiensi tidak menjadi prioritas.

    Dikarenakan pilihan jatuh pada fungsi daripada kualitas, maka jenis tiang, jenis armatur, jenis lampu, kabel, dan instalasi untuk model pembangunan PJU ini sangat sederhana atau memiliki range kualitas spesifikasi rendah. Adapun jenis lampu, armatur, tiang, dan instalasinya hampir rata-rata adalah sebagai berikut:

    Jenis lampu daya kecil = Pijar (GLS), CFL, dan TL
    Jenis lampu daya besar = ML (lampu swa balas) -> boros sekali
    Tiang PJU = Ornamen yang menempel pada Tiang PLN
    Kabel instalasi = tidak ada sehingga tarifnya abonemen
  2. Pembangunan PJU Sistemik
    Pembangunan PJU sistemik adalah pembangunan PJU yang direncanakan dengan matang dan mematuhi standar peraturan, survey lapangan, pendataan aset, analisis PJU eksisting dari sisi photometrik, elektrisitas, dan tingkat pelayanan PJU, survey harga, pembuatan RAB, Analisis Harga Satuan (AHS), spesifikasi teknis, menghitung pemakaian energi, mempertimbangkan efisiensi daya dan rekening (RPJ), dan dilengkapi dengan gambar-gambar rencana dan dilaksanakan dengan benar, perawatan dan pemeliharaan, dan pertimbangan efisiensi diutamakan.

    Terdapat 2 karakter (pola) dari model Pembangunan PJU sistemik, yaitu:
    PJU Kabupaten
    PJU Kota

    PJU Kabupaten lebih banyak PJU swadaya daripada PJU Pemda, sehingga lampu-lampu seperti Pijar, LHE (CFL), TL, dan ML (swabalas) lebih banyak dari lampu sodium. PJU Kabupaten lebih banyak masih bertarif abonemen daripada PJU Kota yang rata-rata sudah ada/banyak meterisasi. Namun kedua-duanya, masih terbelit masalah-masalah yang hampir sama: sulit melacak data lapangan dan administrasi, boros energi yang mengakibatkan pembayaran bulanan (RPJ) memangkas habis pajak yang diterima (PPJ), masalah pertumbuhan lampu liar, dan instalasinya masih ala kadarnya.
  3. Pembangunan PJU Campuran
    Pembangunan PJU yang mencampur strategi Model 2 untuk pembuatan Masterplan namun dilaksanakan dengan Model 1 berdasarkan skala prioritas. Kelehamannya, adalah bila pekerjaan/kegiatan dimenangkan oleh pihak ketiga (kontraktor pelaksana) yang tidak memiliki pengalaman yang kuat dalam "memutasi data" sehingga yang didapat dari masterplan tidak optimal. Malahan yang lebih parah lagi, inginnya mengefisiensi energi dan RPJ, malah bertambah boros dan menambah beban RPJ. Ini yang disebut gagal mutasi.

PAYUNG HUKUM YANG COCOK
Untuk urusan payung hukum yang cocok untuk mengerjakan semua jenis model di atas adalah Kepres 80/2003. Namun khusus untuk model 2, mestinya juga bisa dipakai peraturan yang lain, misalnya memakai PP No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah beserta lampiran-lampiran dan Kepmendagrinya. Karena peluang efisiensi penghematan energi dan pembayaran RPJ besar sekali, maka kerangka pelaksanaannya mestinya bisa memakai PP ini. Komposisi anggaran bisa dibuat dengan mematuhi PP No. 50/2007 dan Kepmendagrinya, dengan tujuan Efisiensi Energi dan Penghematan Pembayaran RPJ PJU. Pelaksanaan pengadaan bisa mengacu pada Keppres 80/2003 untuk menyeleksi perusahaan yang benar-benar berpengalaman dalam mengelola mutasi data, pencapaian efisiensi, dan penghematan RPJ.

Dengan PP No. 50/2007 ini apakah bisa PJU dibangun terlebih dahulu kemudian diangsur dengan hasil efisiensi yang bisa dicapai (ditargetkan) oleh Pemerintah melalui Perencanaan yang sudah dibuat?

Peluang untuk menggunakan PP No. 50/2007 untuk pembiayaan rehabilitasi dan efisiensi PJU dengan model pembayaran kepada pihak ketiga diangsur dengan hasil efisiensi pajak sampai lunas sangat potensi di daerah, khususnya di Kota/Kabupaten Pulau Jawa. Sayangnya dalam PP tersebut, tidak disebut dengan tegas tentang pekerjaan PJU merupakan obyek pembangunan kerjasama. Namun, bila pimpinan daerah bertekad untuk melakukan PP ini dalam merehabilitasi PJU yang sudah boros energi namun tidak efisien dalam pelayanan publik, harus berani. Karena bila dibiarkan berlarut-larut, fungsi pemerintah dalam daya guna aparatur negara khususnya dalam pengupayaan efisiensi energi dan pengeluaran anggaran tidak akan berperan.

SIAPA YANG MAU PROYEK?

SIAPA YANG BANYAK MENYERAP ANGGARAN KITA?
MENGUKUR RANGE ABSORBSI
[Kiita....]



Menurut berita, anggaran DIPA 2010 mencapai 1.047,7 triliun atau 17.5% dari PDB. Data dari Media Indonesia (Rabu, 6 Januari 2010) tertulis DIPA sektoral, instansi, pusat, daerah, dan kementrian sejumlah 13.770 senilai Rp295.06 T; DIPA dekonsentrasi untuk provinsi sebanyak 2.066, senilai Rp26.86 T; DIPA tugas perbantuan untuk provinsi, kabupaten, kota sebanyak 2.859 senilai Rp6.81 T; DIPA dana transfer ke daerah sebanyak 235.01 T yang terdiri dari DIPA dana alokasi umum (DAU) untuk 33 provinsi dan 490 kabupaten/kota senilai Rp203.5 T, DIPA otonomi khusus untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat senilai Rp10.41 T, dan DIPA untuk dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp21.1 T.



Menurut kementrian yang menerima DIPA, Depdiknas mendapat Rp55.2 T, Dephan Rp42.3 T, Departemen PU Rp34.8 T, Depag Rp27.2 T, Polri Rp27.2 T, Depkes Rp21.4 T, dan Dephub Rp15.8 T.



Uang sebesar ini akan diserap oleh departemen, lembaga, pemerintah propinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten untuk dua hal yaitu: biaya rutin dan biaya proyek. Biaya rutin merupakan biaya reguler seperti gaji pegawai, biaya pemeliharaan, biaya swakelola, dan lain-lain.



BERAPA YA KIRA-KIRA ANGGARAN UNTUK PEMBANGUNAN DI DAERAH

DIPA untuk DAU, misalnya, sebesar Rp203.5 T dibagi dengan jumlah kota/kabupaten--sebanyak 490 kabupaten/kota, maka rata-rata per kota/kabupaten menerima DAU sebesar Rp400-an miliar per kabupaten/kota. Bila ditambah dengan komponen-komponen PAD lain, kira-kira menjadi Rp600-an miliar. Jika penyerapan anggaran sebesar Rp600 miliar tersebut, memiliki komposisi 60% untuk anggaran rutin (gaji pegawai, anggaran pemeliharaan, dan pekerjaan swakelola) dan 40% untuk anggaran pembangunan. Dari komposisi ini, maka anggaran yang kemungkinan terserap oleh kelompok sasaran (sebut perusahaan), dapat dianalisis. Asumsi Keppres 80/2003 memiliki kebijakan memihak pasar dalam negeri, pengembangan perusahaan kecil, dan koperasi.

Kelompok sasaran dibagi menjadi Jawa dan Luar Jawa. Kelompok sasaran Jawa, rata-rata Kota/Kabupaten memiliki Perusahaan Non-Kecil (PNK) >10 ada 1 perusahaan, PNK 5 - 10 M ada 10 perusahaan, PNK 1 - 5 ada 15 Perusahaan Kecil (PK) ada 200. Sedangkan kelompok sasaran Luar Jawa, rata-rata Kota/Kabupaten memiliki komposisi PNK > 10 M tidak ada, PNK 5 - 10 M ada 5, PNK 1 - 5 M ada 10, PK ada 100. Maka dari komposisi ini akan dihasilkan probabilitas penyerapan terhadap anggaran adalah sebagai berikut:

Diketahui:
Anggaran Pembangunan = 40% x Rp600 M = Rp240 M

Kelompok Sasar Jawa dan Probabilitas (P):
PNK > 10 M = Daya Serap Maks = 8, ada 1, P = Rp240M/(8x1) = 30 M
PNK 5 - 10 M = Daya Serap Maks = 8, ada 10, P = Rp240M/(8x10) = 3 M
PNK 1 - 5 M = Daya Serap Maks = 8, ada 15, P = Rp240M/(8x15) = 2 M
PK < 500 J = Daya Serap maks =6, ada 200, p =Rp240M/(6x200) = 0.2 M

Kelompok Sasar Luar Jawa dan Probabilitas (P):
Daya Serap Maks = 8, ada 0, P = Rp240/(8x0) = 0 M
PNK 5 - 10 M = Daya Serap Maks = 8, ada 5, P = Rp240M/(8x5) = 6 M
PNK 1 - 5 M = Daya Serap Maks = 8, ada 10, P = Rp240M/(8x10) = 3 M
PNK < 500 J =Daya Serap Maks =6, ada 100, p =Rp240M/(6x100) = 0.4 M.


Melihat analisis di atas, terlihat bahwa peluang (P) yang paling besar menyerap anggaran adalah perusahaan besar (PNK). Semakin besar perusahaan, semakin komplit legalitasnya, administrasi, kualifikasi, teknis, dan kemampuan keuangan akhirnya semakin besar pula perusahaan tersebut memiliki peluang mendapatkan jatah anggaran. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kelengkapan, adalah perusahaan-perusahaan yang berada di kota-kota besar dan rata-rata berada di Pulau Jawa. Sehingga, penyerapan yang paling besar dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang lebih dekat dengan sumber-sumber.

Dengan kata lain, anggaran DIPA sebesar 1.047.7 T pun, akan diserap oleh perusahaan-perusahaan raksasa, sementara perusahaan-perusahaan kecil dan koperasi hanya menjadi penonton di daerah masing-masing.

Demikian tulisan ini dibuat, hanya sekedar untuk mencoba memperkirakan siapa yang mampu menyerap anggaran sebesar itu.

WAYPOINT DAN TRACK SEBAGAI ACUAN DATABASE DAN GAMBAR

SERI SURVEY GPS:
WAYPOINT DAN TRACK SEBAGAI ACUAN DATABASE DAN GAMBAR
APLIKASI: SURVEY PENERANGAN JALAN UMUM

Menurut Agus Made K, waypoint merupakan titik koordinat GPS yang ditandai oleh GPS Device (kemudian disebut pesawat GPS) yang tersimpang dalam memorinya. Waypoint-waypoint ini merupakan sumber input data dari lapangan tergantung item inputan yang diisikan di dalamnya. Misalnya, waypoint nomor 1, merupakan titik awal suatu obyek survey yang bisa diinput dengan nama identitas, waypoint nomor 2 merupakan data inputan obyek survey urutan kedua, dan seterusnya. Sehingga jumlah waypoint yang disimpan di dalam pesawat GPS merupakan sumber data lapangan yang alamatnya adalah titik koordinat-titik koordinat yang tercatat dan tersimpan.


Titik koordinat yang ditandai (waypoint) ini kemudian menjadi dasar acuan lokasi obyek survey berdasarkan latitude (garis lintang), longitude (garis bujur), dan altitude (ketinggian dari permukaan laut). Karakter data bisa diisi dengan item yang telah dituangkan dalam formulir yang disepakati. Sebagai contoh survey penerangan jalan umum (PJU) dengan GPS dengan simbol-simbol sebagai berikut:


Waypoint 001 = diinput Nama Jalan: Jl. Jend. Sudiman, Ds Jatianyar, Kec. Jatijajar, UPJ JatiWaru

Waypoint 002 = diinput S R MER 125 W A O3 T GS124

Waypoint 003 = diinput S R

Waypoint 004 = diinput B R

Waypoint 005 = diinput PW TL 40 W A 06

Waypoint 006 = diinput B R CFL 25 W M 06

dan seterusnya

Dari data tersebut di atas dapat diterjemahkan menjadi uraian sebagai berikut di Jl. Jend. Sudirman yang terletak di Desa Jatianyar dan Kecamatan Jatijajar UPJ Jatiwaru terdapat titik-titik tiang PJU Merkuri 125 W (M 125 W) berstatus Abonemen (A) yang tertempel pada jaringan PLN TR (R), lampu tersebut menempel pada tiang besi PLN (S), panjang ornamen 3 m (O3), dan pada tiang tersebut terdapat trafo dengan No ID GS124 berada pada waypoint no 002, titik waypoint n0 003 tiang PLN besi yang terdapat jaringan SR tidak terdapat lampu, titik waypoint no 004 tiang beton (B) dengan jaringan SR (R) juga tidak terdapat lampu PJU, titik waypoint no 005 pada tiang swadaya warga (PW) terdapat lampu TL 40 W yang berstatus Abonemen (A) dengan panjang lengan stang 6 m (O6); dan terakhir titik waypoint 006 terdapat tiang beton (B) jaringan SR (R) terpasang lampu CFL 25 W status Meterisasi (M) dengan panjang stang ornamen 6 m (O6).

Bila diinput ke dalam datasheet Excel akan berbentuk sebagai berikut:

Buat Sheet yang berisi: No Urut, Waypoint, Latitude, ID Jalan/Desa, ID Kec., ID UPJ, Jenis Lampu: Pjr, CFL, TL, ML, Mer, SOD, X, Daya, Status Lampu, Jenis Armatur, Kondisi Lampu, Panjang Orn., dst

Pengisian diurutkan sesuai dengan urutan waypoint. Semua waypoint dicopy dari file GPS (MapSource misalnya) dan dipaste ke kolom waypoint yang ada di sheet excel, demikian pula latitude dicopy dari latitude yang ada di file GPS (MapSource) ke kolom latitude yang ada di sheet Excel, Nama jalan/desa diketik Jatianyar, Kecamatan diketik Jatijajar, dan Kolom UPJ diketik Jatiwaru, Jenis lampu dipilih sesuai data (bila kosong, kolom jenis dan daya lampu dibiarkan) bila dilihat dari data di atas:

Kolom ID Jalan/Desa, Kolom Kecamatan, dan Kolom UPJ ditulis secara kontinyu sampai ada informasi waypoint nama Jalan Baru.

Waypoint 002 adalah Merkuri (kolom Mer diinput angka 1), kolom daya diinput angka 125, kolom Status Lampu diisi dengan huruf "A", kolom Jenis Armatur diisi dengan "Caping", dan seterusnya.

Waypoint no 003 dan 004 kosong, waypoint no 005 diisi angka 1 pada kolom TL dan kolom Daya diisi dengan angka 40, kolom Status diisi dengan huruf "A", kolom Jenis Armatur diisi "Kap TL" dan seterusnya.

Waypoint no 006 pada kolom CFL diisi dengan angka 1, Kolom Daya diisi dengan angka 25, kolom Status diisi huruf "M", kolom Jenis Armatur diisi "Caping", dan seterusnya.

Demikian informasi ini ditulis untuk dapat dipergunakan sebagai bahan referensi survey GPS terutama di dalam survey PJU, umumnya di dalam survey pemataan, demografi, dan lain-lain.

TRACK GPS BISA DIPAKAI UNTUK MEMBUAT PETA BARU

Track GPS hasil survey dapat dikonversi ke DXF--format file yang bisa diolah dengan autoCAD. Selain waypoint, track bisa dipakai untuk membuat alur jalan sesuai track dan titik-titik waypoint. Titik waypoint diisi berbagai informasi tentang nama jalan, arah jalan (1 arah atau 2 arah), landmark, dan informasi-informasi lain yang diinginkan. Beberapa aplikasi dari survey GPS, adalah antara lain:
1. Survey Peta Jalan
2. Survey Peta Kuliner
3. Survey Peta Pertokoan
4. Survey Peta Industri
5. Survey Peta Jalur Instalasi PDAM
6. Survey Peta Jalur Telekomunikasi
7. Survey Peta Jalur Listrik
8. Survey Peta Penerangan Jalan
9. Survey Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan.
10. Survey Kependudukan.
11. Survey Sungai dan Aliran Irigasi.
12. Survey Tata Ruang
13. Survey Pertanahan
14. Survey Jalur Transportasi
15. Survey Perencanaan PLTS.
16. Survey Wilayah Total
17. Survey lain-lain.

Alat-alat utama yang digunakan untuk survey GPS:
1. GPS Device (Pesawat GPS)
2. Kabel Data USB
3. Photo Digital
4. Alat ATK Survey
5. Komputer yang di dalamnya terinstal software GPS yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat GPS Device, Excel, software aplikasi GPX, AutoCAD, photoshop, corel draw, google earth, google map, dan lain-lain.
6. Printer untuk mencetak sebaiknya ada dua: printer A-3 dan A-4 (sewa plotter untuk mencetak Layout).
7. Koneksi internet bila ingin mengakses titik waypoint dengan Google Map atau Google Earth.

Demikian ulasan singkat ini semoga bermanfaat terutama bagi diri saya sendiri dan umumnya bagi teman-teman yang memerlukan untuk referensi.

Terima Kasih

PENERANGAN JALAN PERLU PAYUNG HUKUM

MASALAH PJU DI INDONESIA

by:
Parijono Atmowirejo



Pendahuluan

Hampir sebagian besar Pemerintah Daerah di Indonesia ini yang jumlahnya kurang lebih 440-an Kota dan Kabupaten--yang bahkan dalam waktu ke depan akan bertambah lagi, tergantung daerah pemekaran--rata-rata menghadapi permasalahan yang rumit dalam menangani Penerangan Jalan Umum. Permasalahan-permasalahan tersebut sesuai intensitasnya adalah antara lain 1. Terkurasnya Pajak Penerimaan dari PPJ hanya untuk membayar Rekening Penerangan Jalan (RPJ), 2. Pemerintah Daerah tidak atau belum memiliki data inventarisasi PJU yang "easy up-date" (mudah diperbaharui) dan "link-match update" (memiliki hubungsambung antara data lapangan dengan data administrasi dan PLN), 3. Perawatan tanpa anggaran yang memadai, 4. Pertumbuhan lampu swadaya akibat penduduk bertambah, 5. Penataan lampu ala kadarnya dan distribusi lampu yang belum merata, dan 6. Payung hukum investasi efisiensi PJU yang belum pasti.

Bila dikategorikan masalah yang sering dihadapi oleh Pemerintah Daerah di atas terbagi menjadi:
1. Masalah Biaya Energi yang Boros
2. Masalah Pengelolaan Data (Database) dan Administrasi
3. Pengontrolan Pertumbuhan PJU dan Pemeliharaan
4. Masalah Ketidakpastian Payung Hukum PJU


Keempat masalah di atas memiliki saling keterkaitan satu sama lain tergantung dari intensitas masalah yang dihadapi oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Terkadang masalah nomor 1 lebih dominan di suatu daerah tertentu, di daerah lain memiliki masalah nomor 2 dan seterusnya, bahkan ada daerah yang memiliki kompleksitas ke-4 masalah bersama-sama sehingga sudah mengakar dan sulit diurai selama bertahun-tahun.



Pengertian

Penerangan Jalan Umum (PJU) dalam bahasa Inggrisnya Street Lighting atau Road Lighting adalah suatu sumber cahaya yang dipasang pada samping jalan, yang dinyalakan pada setiap malam. Penyalaannya dapat dilakukan secara otomatis dengan photocell yang aktif apabila matahari sudah berkurang cahayanya, sore, atau cuaca gelap. PJU terkadang dipasang tiang tersendiri atau menempel pada tiang listrik (Wikipedia). Dalam perkembangannya, penyalaan PJU dapat dilakukan dengan Timer (Timeswitch). Arti lain, PJU merupakan seperangkat aparatus yang terdiri dari kombinasi material mekanik dan listrik sehingga mampu memancarkan cahaya guna menerangi jalan pada waktu malam. Dilihat dari proses tata urutan pembangunannya, PJU adalah perencanaan, pelaksanaan pemasangan, dan pemeliharaan PJU yang dilakukan dengan tahap demi tahap yang mengacu pada standar dan prosedur yang disepakati antara penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa. Bila pengguna barang/jasa swasta, maka tahap-tahap yang biasa dilakukan lebih singkat dan sederhana daripada yang dilakukan antara pemerintah--sebagai pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa.

Tulisan ini akan memfokuskan proses pembangunan PJU yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pertama yaitu proses pembangunan PJU yang dilaksanakan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan pemasangan, pemeliharaan, dan pengelolaan energi dan dilakukan dengan menggunakan anggaran sebagian atau seluruhnya berasal dari APBN/APBD. Kedua, bagaimanakah bila pembangunan PJU menggunakan cara lain?


TAHAP PERENCANAAN PJU

Tahap Perencanaan adalah tahap mengetahui layout atau peta PJU eksisting seluruh Kota atau Kabupaten sebelum dianalisis lebih lanjut. Tema perencanaan PJU adalah antara lain: Survey dan Pemetaan PJU Eksisting, Studi Komparasi, Uji Petik PJU, Masterplan PJU, Detail Engineering Design PJU, dan Perencanaan Rehabilitasi, Optimalisasi, Revitalisasi, Rekondisi, dan Efisiensi PJU. Standar seleksi pekerjaan konsultan PJU mengacu pada Keppres 80/2003 apabila anggaran sebagian atau seluruhnya dari APBN/D.

Semua pekerjaan konsultan pada dasarnya dilakukan dengan seleksi umum yang ketentuannya mengacu pada Keppres 80/2003 dan revisi-revisinya. Secara umum dilakukan dengan tahap prakualifikasi baru tahap seleksi. Syarat minimal tahap prakualifikasi adalah minimal terdapat 5 (lima) perusahaan konsultan yang lolos daftar pendek (prakualifikasi). Apabila kurang dari 5 (lima), maka proses seleksi/prakulaifikasi diulang. Bila diulang, masih kurang dari syarat minimal, proses mengacu pada pemilihan langsung dan/atau penunjukan langsung. Setelah proses prakualifikasi dan sanggahan selesai, tahap berikutnya adalah mengundang/mengumumkan nama-nama perusahaan yang masuk daftar pendek untuk diundang mengambil dokumen seleksi.

Tahap pemasukan dokumen, peserta seleksi harus memenuhi dan mematuhi syarat dan ketentuan yang ada di dalam dokumen, berita acara aanwijzing dan addendum yang telah disyahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. Peserta mengambil dokumen seleksi, berhak mengikuti aanwijzing, dan memasukkan dokumen seleksi sesuai dengan metode yang dipakai--apakah 2 (dua) sampul 1 (satu) tahap atau 2 (dua) sampul 2 (dua) tahap.

Setelah dilakukan proses evaluasi administrasi dan teknis (sampul 1) dan yang lolos diundang mengikuti pembukaan Penawaran Harga (sampul 2), peserta dengan urutan teknis terbaik dengan harga terendah, ditetapkan sebagai pemenang (SPPJK). Pelaksanaan pekerjaan perencanaan dikerjakan sesuai paket yang dikehendaki dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) dan RKS (Rencana Kerja dan Syarat) setelah penandatanganan kontrak.


PEKERJAAN KONSULTANSI MASTERPLAN, INVENTARISASI, DED, DAN STUDI KELAIKAN PJU KOTA/KABUPATEN

Pekerjaan KONSULTAN PJU Kota/Kabupaten diawali dengan Survey PJU eksisting. Survey dapat dilakukan dengan metode konvensional maupun metode GPS. Metode konvensional adalah survey dilakukan dengan cara menghitung (count) dan menggambar situasi (drawing) dengan cara cepat yang sering disebut dengan metode survey quick-count drawing survey. Metode ini menggunakan peralatan survey seperti counter, bolpen 4 warna, kertas survey untuk menggambar situasi PJU eksisting, meter dorong/speedo meter motor/mobil (dengan catatan odometer motor/mobil harus masih bagus), kompas, dan foto digital.

Metode GPS adalah survey PJU eksisting yang menggunakan GPS device untuk mencatat data PJU dari lapangan sesuai dengan titik koordinat GPS. Data input survey GPS dapat menghasilkan dua macam data, yaitu Waypoint dan Track. Titik Waypoint merupakan titik koordinat yang diisi dengan data-data yang diingikan sementara Track merupakan data yang digunakan untuk mewakili Panjang Lintasan Jalan yang terdapat titik-titik lampu PJU.

Apa saja yang diinput/disurvey dalam kedua metode konvensional, adalah antara lain: Nomor Urut, ID Jalan/Desa, ID Kecamatan, ID UPJ, Nomor Pelanggan (bila ada), Trafo dan ID Trafo, APP dan ID APP, Start Awal, Start Akhir (bila memakai speedo meter) untuk mengetahui panjang jalan, ukur lebar jalan, JENIS LAMPU: Pijar (GLS), LHE (CFL), TL, SwaBalas (ML), Mer, Sod, Lampu X, Daya Lampu, Status Lampu (Abonemen ditulis A atau Meterisasi ditulis M), Jenis Armatur/Luminer, Jenis Kabel Eksisting (bila sudah ada), Panjang Bibir Jalan ke Titik Tiang, Jenis Tiang, Jaringan Listrik, dan Landmark (untuk membantu mengingat orientasi wilayah).

Metode GPS yang disurvey adalah antara lain: Metode Survey GPS#1 Survey GPS dengan Menginput dari fasilitas/peralatan GPS dan Metode Survey GPS#2 mengklik GPS (Otomatis mencatat titik GPS sesuai nomor urut) sementara kondisi PJU eksisting ditulis di dalam kertas/buku survey. Daftar isian survey metode GPS#1 adalah antara lain informasi/data yang berupa Jenis dan Daya Lampu, Jenis Luminer, Posisi Tiang (Kanan/Kiri dari Surveyor), Nomor Trafo, Nomor APP, dan Nama Jalan. Metode Survey GPS#1 ini memiliki kelebihan, pencatatan informasi/data lapangan tidak memerlukan peralatan survey lain yang berupa buku dan bolpen. Karena semua data diinput dengan GPS Device. Kelemahannya adalah space text yang disediakan oleh Default GPS Device terbatas, kurang lebih 12 digit. Sehingga untuk mengisi banyak informasi tidak mampu menampung banyak. Metode Survey GPS#2 adalah penggabungan antara survey GPS dan Konvensional. Surveyor dilengkapi selain Peralatan GPS juga buku dan bolpen surye.

Surveyor depan (pengemudi) bertugas selain menyopiri atau mengemudi kendaraan, ia juga memencet (mengklik) titik koordinat setiap menemui obyek survey dengan menyebutkan nomor urutan titik koordinat keras-keras kepada surveyor yang diboncengi. Tugas surveyor yang dibelakang, mencatat semua data survey yang nomor urutannya ditulis sesuai yang diucapkan oleh Pengemudi dengan keras tadi. Data informasi ditulis dengan pengkodean yang telah disepakati bersama. Data-data yang harus ditulis adalah Jenis Tiang, Jenis Jaringan, Jenis Lampu, Daya Lampu, Status Lampu (Abonemen ditulis A dan Meterisasi ditulis M), Panjang Kerb (bibir jalan ke titik tiang), Jenis Luminer, Kondisi Luminer, Identitas Trafo, Identitas Panel APP/PHB (bila telah dimeterisasi). Setelah sampai kantor, antara pengemudi dan pembonceng saling mencocokkan data survey yang dicatat di Excel. Pencatatan diurutkan sesuai nomor urut dan titik koordinat (waypoint) serta data-datanya ke datasheet.

Datasheet excel ini telah disiapkan sedemikian rupa sehingga mewakili database PJU yang sewaktu-waktu disortir atau difilter dapat menampilkan data yang diinginkan dengan cepat dan tepat. Datasheet tentang data hasil survey PJU ini disalin (copy-paste) ke software pengolah GPX. Dengan software pengolah GPX ini, data diakses dengan software GPS yang bisa menampilkan tata letak PJU eksisting sesuai titik koordinat. Bila file PJU eksisting telah disimpan dalam format GPS, maka dapat diakses dengan aplikasi seperti Map Info dan Google Earth. Dengan software GPS yang merupakan aplikasi ikutan dari pabrik GPS Device, dibuat juga Track. Track ini dipakai untuk dasar menggambar jalan dan jaringan instalasi listrik eksisting. Perpaduan waypoint yang berisi data-data PJU eksisting dan Track ini diexport ke file DXF agar dapat dibuka di aplikasi AutoCAD. Dengan AutoCAD, file DXF diedit sedemikian rupa sehingga menjadi Gambar Layout PJU eksisting se-Kabupaten/Kota dan Gambar Shop Drawing (Gambar Rencana).

Catatan: dalam survey PJU eksisting diperlukan GPS Device, Software GPS, Software GPX, Excel, Komputer/Laptop, Kabel Data USB, dan AutoCAD. Sumber referensi: katalog lampu PJU dan komponen, IEC 115 1995, Keppres 89/2002 tentang Tarif Dasar Listrik untuk PJU, dan lain-lain.


ANALISIS DATA LAPANGAN

Perencaan dilakukan sesuai permasalahan yang muncul. Permasalahan PJU yang sering muncul dan dihadapi Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain: 1. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) mengalami titik impas bahkan defisit untuk membayar Rekening Penerangan Jalan (RPJ); 2. Komposisi lampu boros energi yang memiliki daya besar yang sering dipasang di perkampungan dan perumahan masih menggunakan tarif Abonemen yang sangat menguras PPJ; 3. Jenis lampu yang banyak dipasang adalah lampu merkuri swabalast berdaya besar (> 125 W) yang dipasang dengan armatur Caping yang termasuk lampu boros energi dikarenakan lampu ini merupakan lampu favorit warga; 4. Dikarenakan hampir sebagian besar PJU di perkampungan dan perumahan (jalan lokal dan lingkungan, bahkan di jalan kolektor dan arteri) masih belum ada meteran (Panel APP) maka belum ada jaringan PJU tersendiri yang terpisah dari jaringan PLN; 5. Pemasangan instalasi PJU masih ala kadarnya (ada yang dipasang di pohon, tembok, tiang kayu, dan menggantung) yang mengganggu pemandangan dan mengancam keselamatan; dan 6. Dengan belum dimeterisasi, maka transparansi, kemudahan melacak hubung sambung antara data lapangan dengan administrasi (database), dan efisiensi belum bisa dioptimalkan.


Metode Perencanaan yang digunakan setelah menemukan bobot permasalahan di atas adalah antara lain:


Analisis terhadap PJU Eksisting:

1. Komparasi Daya dan Pembayaran RPJ Lampu PJU hasil survey terhadap Daya Rekening PJU dari PLN yang tertera di Rekening Pembayaran RPJ Listrik Bulanan.

2. Menghitung jumlah titik lampu per desa, kecamatan, UPJ, dan total se-Kabupaten/Kota berdasarkan jenis lampu, status lampu (abonemen atau meterisasi), dan sebagainya.

3. Membandingkan lampu boros energi dan hemat energi dari status lampu (abonemen dan meterisasi).

4. Menghitung tingkat pelayanan PJU terhadap panjang jalan.


Analisis Perencanaan PJU

Untuk memecahkan permasalahan PJU yang pelik dan kompleks di suatu Kabupaten/Kota sesuai hasil survey, diperlukan Perencaan yang Komprehensif dan Tuntas. Strategi pencapaian pembangunan PJU harus menekankan capaian Efisiensi, Optimal, dan Revitalisasi. Dengan tiga strategi utama ini, Pembangunan PJU dapat dicapai dengan Strategi REHABILITASI, OPTIMALISASI, DAN EFISIENSI PJU SE-KABUPATEN/KOTA.

REHABILITASI memiliki pengertian membangun PJU baru di Jalan Arteri dan Kolektor. Lampu hasil bongkaran dari Jalan Arteri dan Kolektor disortir yang masih bagus dipakai lagi (direkondisi/bispak) dan dipasang di Jalan Lokal (Relokasi). Dengan demikian, Rehabilitasi mengandung upaya Pembangunan PJU baru di Jalan Utama, Rekondisi, dan Relokasi PJU hasil bongkaran dari Jalan Utama ke Jalan Non-Utama. Menata dan mengganti PJU boros energi dengan PJU baru yang hemat energi di perumahan, jalan lingkungan, gang, dan perumahan.

OPTIMALISASI adalah strategi pembangunan PJU dengan memaksimalkan capaian pencahayaan sesuai dengan fungsi jalan (klas jalan), mengelola database PJU, dan merevitalisasi APP PJU yang telah ada guna memaksimalkan capaian pembangunan semaksimal mungkin dengan anggaran yang rasional.

EFISIENSI adalah pencapaian target penghematan energi dan pembayaran RPJ yang maksimal dengan melalui upaya memeterisasi semua lampu abonemen, mengganti lampu boros energi tanpa harus mengurangi tingkat terang, meratakan lampu ke seluruh pelosok dengan menata dan mengurangi jumlah lampu yang berlebihan, menurunkan daya besar dengan daya memadai, meredupkan lampu, dan mengemas mutasi data sampai berhasil (tuntas).

Strategi ini memerlukan pendekatan sistemik dan terintegrasi sehingga apabila dilaksanakan secara terpisah dan berkala, akan menyebabkan kegagalan pencapaian efisiensi. Dengan demikian, sebenarnya pembangunan PJU dengan metode Rehabilitasi, Optimalisasi, dan Efisiensi ini membutuhkan anggaran yang besar. Padahal, biasanya pemerintah daerah tidak memiliki anggaran yang cukup besar untuk mengadakan pembangunan secara sistemik dan terintegrasi ini.

Bila melibatkan pihak ketiga untuk ikut andil dalam pembangunan PJU sistemik dan terintagrasi ini terkendala oleh Payung Hukum. Dengan dibutuhkannya anggaran yang sangat besar, maka skema pembangunan dengan anggaran PAD (skema Keppres 80/2003 saja sering tidak cukup). Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah untuk memecahkan masalah Payung Hukum ini dalam membangun PJU hingga saat ini masih belum menemukan kepastian hukum. Karena bila digunakan dengan model investasi pihak ketiga belum ada Payung Hukum yang pasti yang mengatur tentang Investasi di infrastruktur PJU. Bila digunakan dengan model pemanfaatan aset daerah yang dikonversi dengan capaian efisiensi PJU setelah dibangun oleh pihak ketiga pun, belum ada. Sehingga permasalahan PJU masih berlarut-larut hingga saat ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah pembangunan PJU yang tambal sulam atau pun bila sudah memiliki DED dan Masterplan PJU se-Kabupaten/Kota pun pelaksanaan fisik pembangunannya terhambat oleh tersendatnya anggaran yang berlanjut dan terus menerus.

To be continued....